Senin, 14 November 2016

Bentuk Tafsir Al-Qur'an

B.Bentuk Tafsir Al-Qur’an

Penafsiran secara garis besar dibagi menjadi tiga : Tafsir bil Ma’tsur, Tafsir bir Ra’yi dan Tafsir Isyari. Berikut penjelasan masing masing bentuk tafsir.
1.Tafsir bil Ma'tsur
Tafsir bil Ma’tsur merupakan tafsir yang berdasarkan pada Al-Qur'an atau riwayat yang sahih yang sesuai dengan urutan dalam syarat-syarat mufassir. yaitu menafsirkan al-Qur'an dengan al-Qur'an, Al-Qur'an dengan sunnah, perkataan sahabat karena merekalah yang paling mengetahui kitabullah, atau dengan pendapat tokoh-tokoh besar tabi'in. Pada umumnya mereka menerimanya dari para sahabat[1].
Imam Al-hakim berkata; "sesungguhnya tafsir para sahabat yang telah menyaksikan wahyu dan turunnya adalah memiliki hukum marfu' artinya, bahwa tafsir para sahabat itu mempunyai kedudukan hukum yang sama dengan hadis nabawi yang diangkat kepada Nabi SAW. dengan demikian, tafsir sahabat itu termasuk ma'tsur[2]
Adapun tafsir para tabi'in ada perbedaan pendapat dikalangan ulama'. sebagain ulama' berpendapat, tafsir itu termasuk ma'tsur karena para tabi'in berjumpa dengan para sahabat. Ada pula yang berpendapat, tafsir itu sama saja dengan tafsir bir ra'yi (penafsiran dengan pendapat). Artinya, para tabi'in itu mempunyai kedudukan yang sama dengan mufassir yang hanya menfsirkan berdasarkan kaidah bahasa Arab[3]

Para sahabat dalam menafsirkan al-Qur'an pada masa ini berpegang pada:
a.Al-Qur'an al-Karim
Apa yang dikemukakan secara global di satu tempat di jelaskan secara terperinci di tempat yang lain. Terkadang pula sebuah ayat datang dalam bentuk mutlaq atau umum namun kemudian disusul oleh ayat yang lain yang membatasi atau mengkhususkannya. Inilah ynag dinamakan "tafsir al-Qur'an dengan al-Qur'an"
b.Nabi Muhammad SAW
Beliaulah pemberi penjelasan (penafsir) al-Qur'an otoritas. Ketika para sahabat mendapatkan kesulitan dalam memahami sesuatu ayat, mereka merujuk kepada Nabi Muhammad SAW untuk memberi penjelasan terhadap ayat tersebut.
c.Pemahaman dan ijtihad.
Para sahabat apabila tidak mendapatkan tafsir dalam al-Qur'an dan sunnah Rasulullah, mereka melakukan ijtihad. Ini mengingat mereka adalah orang-orang Arab asli yang sangat menguasai bahasa Arab, memahaminya dengan baik dan mengetahui aspek-aspek ke-balaghah-an yang ada di dalamnya[4]
Kalau di kalangan sahabat banyak yang dikenal pakar dalam bidang tafsir, di kalangan tabi'in yang notabenenya menjadi murid mereka pun, banyak pakar dibidang tafsir. dalam menafsirkan, para tabi'in berpegang pada sumber-sumber yang ada pada masa para pendahulunya di samping ijtihad dan pertimbangan nalar mereka sendiri.
Tafsir yang dinukil dari Rasulullah dan para sahabat tidak mencakup semua ayat al-Qur'an. mereka hanya menafsirkan bagain-bagian yang sulit dipahami bagi orang-orang yang semasa dengan mereka. Kemudian kesulitan ini semakin meningkat secara bertahap di saat manusia bertambah jauh dari masa nabi dan sahabat. Masa para tabi'in yang menekuni bidang tafsir merasa perlu untuk menyempurnakan sebagian kekurangan ini. karenanya  mereka pun menambahkan ke dalam tafsir keterangan-keterangan yang dapat menghilangkan kekurangan tersebut. Setelah itu muncullah generasi sesudah tabi'in. generasi ini pun berusaha menyempurnakan tafsir al-Qur'an secara terus menerus dengan berdasarkan pada pengetahuan mereka atas bahasa Arab dan cara bertutur kata, peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa turunnya al-Qur'an yang mereka pandang valid dan pada alat-alat pemahaman serta sarana pengkajian lainnya[5]
            Para ulama telah menyebutkan syarat-syarat yang harus dimiliki setiap mufassir yang dapat diringkas sebagai berikut:
1.Akidah yang benar
2.bersih dari hawa nafsu
3.menafsirkan lebih dahulu al-Qur'an dengan al-Qur'an
4.mencari penafsiran dari sunnah
5.Apabila tidak didapatkan penafsiran dalamn sunnah, hendaklah melihat bagaimana pendapat para sahabat
6.Apabila tidak ditemukan juga penafsiran dalam al-Qur'an, sunnah, dan pandangan para sahabat, maka sebagaina besar ulama, dalam hal ini, merujuk kepada pendapat para tabi'in, seperti mujahid bin Jabr, Sa'idn bin Jubair, dan lain-lain
7.Pengetahuan bahasa Arab yang baik
8.pengetahuan tentang prinsip-prinsip ilmu yang berkaitan dengan al-Qur'an, seprti ilmu qira'at
9.pemahaman yang cermat[6]
2.Tafsir bir Ra'yi
Secara bahasa al-ra'yu berarti al-I'tiqadu (keyakinan) ,al-'aqlu (akal) dan al-tadbiru ( perenungan). Ahli fiqih yang sering berijtihad, biasa disebut sebagai ashab al-ra'yu. Karena itu tafsir bi al-ra'yu disebut sebagai ashab al-ra'yu. karena itu tafsir bi al-ra'yi disebut tafsir bi al-'aqly dan bi al-ijtihady, tafsir atas dasar nalar dan ijtihad.
Menurut istilah, tafsir bi al-Ra'yi adalah  upaya untuk memahami nash al-Qur'an atas dasar ijtihad seorang ahli tafsir (mufassir ) yang memahami betul bahasa Arab dari segala sisinya, mengerti betul lafadz-lafadznya dan dalalahnya, mengerti syair syair Arab sebagai dasar pemaknaan, mengetahui betul ashab nuzul, mengerti nasikh dan mansukh di dalam al-Qur'an, dan menguasai juga ilmu-ilmu lain yang dibutuhkan seorang mufassir[7]
Jadi jelas, bahwa tafsir bir-ra'yi bukanlah sekedar berdasarkan pendapat atau ide semata, atau hanya sekedar gagasan yang terlintas dalam pikiran seseorang, apalagai hanya semaunya saja[8]
oleh karana itu jika menfsirkan al-Qur'an dengan ra'yu (rasio) dan ijtihad semata tanpa ada dasar yang sahih adalah haram, tidak boleh dilakukan, firman Allah:
وَ لاَتَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ
" dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang padanya kamu tidak mempunyai pengetahuan" (al-Israa:36)
Tentang penggunaan akal dan pemikiran filsafat secara sehat dan benar, maka hal itu dibenarkan dalam al-Qur'an, sebagaimana disebutkan dalam al-Qur'an, bahwa bila kita   Untuk menghindari penafsiran yang menyimpang, dan dalam rangka menjaga mufassir agar tidak melakukan kesalahan dan menafsirkan al-Qur'an, maka perlu rambu-rambu atau syarat-syarat bagi seseorang untuk menafsirkan al-Qur'an. berikut ini syarat-syarat bagi mufassir dalam menafsirkan al-Qur'an:
a.Mengetahui hadits Nabi baik dari sisi riwayah maupun dirayah
b.Mengetahui bahasa Arab
c.Menguasai ilmu nahwu
d.Menguasai ilmu sharaf
e.Mengetahui sumber pengambilan kata
f.Mengetahahui ilmu balaghah
g.Mengetahui ilmu qira'at
h.Mengetahui ilmu ushuluddin (Islamic Theology), seperti ilmu tauhid
i.Mengetahui ilmu ushul Fikih
j.Mengetahui sebab-sebab turun ayat
k.Mengetahui kisah-kisah di dalam al-Qur'an
l.Mengetahui nasikh dan mansukh
m.Harus mengamalkan apa yang dia ketahui.
1.Kelebihan Tafsir bir Ra'yi
a)Sesungguhnnya Allah SWT telah memerintahkan kepada kita agar hendaknya suka merenungkan Al-Qur'an.. Sebagaimana hal itu termaktub dalam firman-Nya:
          كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ إِلَيْكَ مُبَارَكٌ لِيَدَّبَّرُوْا  اَيَاتِهِ وَلِيَتَذَكَّرَ أُولُوا ْالاَلْبَابِ
Artinya: (inilah) kitab yang kami turunkan kepada engkau lagi diberkati, supaya mereka memperhatikan ayat-ayat dan supaya mendapat peringatan orang-orang yang berakal" (QS.Shad:29)
"merenung dan berpikir " tidaklah akan terwujud melainkan dengan menyelami rahasia-rahasia al-Qur'an dan berijtihad untuk memahami makna-maknanya.
b)Allah memerintahkan kepada orang-orang yang hendak menggali hukum agar kembali kepada ulama'. sebagaimana telah dijelaskan dalam firman-Nya:
وَلَوْ رَدُّوْهُإَلَى الرَّسُوْلِ وَإِلَى أُولِى اْلاَمْرِ مِنْهُمْ لَعَلِمَهُ الَّذِيْنَ يَسْتَنْبِظُوْنَهُ مِنْهُمْ
               Artinya: “kalau mereka serahkan hal itu kepada rasul atau pada orang yang mempunyai urusan di anatar mereka, noscaya orang-orang yang meneliti di antara mereka mengetahui akan hal ini” (QS.An-Nisa:83)
               Istinbath berarti menggali dan mengeluarkan makna-makna yang mendalam yang terdapat di lubuk hati. Istinbath itu hanya bisa dilakukan dengan ijtihad dan menyelami rahasia-rahasia Al-Qur'an
c)Kalau tafsir dengan ijtihad tidak diperbolehkan, tentunya ijtihad pun tidak diperbolehkan, dan tentu saja banyak hukum yang tidak tergali, sungguh ini tidak benar
d)Sesungguhnya para sahabat telah emmbaca al-Qur'an dan berbeda beda dalam menafsirkannya. Juga telah maklum bahwa tidakm semua yang mereka katakana tentang al-Qur'an tiu mmereka dengar dari nabi SAW, karena Nabi SAW tidak menerangkan segala sesuatu kepada mereka, melainkan beliau terangkan kepada mereka hanyalah bersifat dharuri (pokok). Beliau menginggalkan yang sebagain, yang sekira dapat dicapai oleh pengetahuan, akal, dan ijtihad [9]
2.Kekurangan Tafsir bir Ra'yi
a)Sesungguhnya tafsir bir-ra'yi adalah mengatakan sesuatu tentang kalamullah tanpa berdasarkan suatun ilmu, ini jeklas dilarang. Sebagaimna yang disinggung dalam firman Allah SWT
وَاَنْ تَقَولُوا عَلَى اللهِ مَالاَتَعْلَمُوْنَ
Artinya: ….. dan (supaya kamu) mengadakan perkataan Allah tentang sesuatu yang tidak kamu ketahui
b)Adanya ancaman sebagaimana tersebut dalam hadis bagi orang yang menafsirkan AL-Qur'an dengan pendapatnya, yaitu sabda nabi SAW, yang berbunyi:
اِتَّقُوا الحَدِيْثَ عَلَيَّ إِلاَّ مَا عَلِمتُمْ فَمَنْ كَذَّبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ وَمَنْ قَالَ فِي الْقُرْاَنِ بِرَأْيِهِ فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ
Artinya : takutlah engkau mengadakan perkataan terhadapku, kecualai apa yang engkau tahu. barangsiapa berdusta atas aku dengan sengaja, maka ambil saja tempat duduknya di neraka. Dan barangsiapa berkata tentang al-Qur'an dengan pendapatnya, maka ambillah saja tempat duduknya di neraka (HR at-Turmudzi)
c)Firman Allah SWT
وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ للنَّاسِ مَا نُزِّلَ إِلَيْهِمْ وَلَعَلَّهُوْ يَتَفَكَّرُوْنَ
Artinya : Dan Kami turunkan kepada engkau peringatan (al-Qur'an), supaya engkau terangkan kepada manusia apa yang diturunkan kepada mereka, mudah-mudahan mereka memikirkannya (QS.an-Nahl;44)
Pada ayat itu Allah menyandarkan keterangan kepada rasulullah SAW, karena itu dapatlah diketahui bahwa tidak ada bagi selain beliau yang mampu memberikan keterangan terhadap makna-makna al-Qur'an
d)Para sahabat dan tabi'in tidak mau berkata sesuatu tentang al-Qur'an dengan pendapat mereka. Telah diriwayatkan dari Ash-Shidiq, sesunggunya dia berkata:

3.Tafsir Isyari
Kata al-‘isyarah merupakan bentuk sinonim (muradif) dari kata ad-dalil yang berarti tanda, petunjuk, isyarat, sinyal, perintah, panggilan, nasehat, dan saran. Tafsir Isyari menurut istilah adalah mentakwilkan al-Qur’an dengan makna yang bukan makna lahiriyahnya karena adanya isyarat samar ya
Dalam diskursus ilmu tasawuf memang dikenal tingkatan syari’ah, tarikah, haqiqah. Syari’ah yang dimaksud adalah aturan-aturan

0 komentar:

Posting Komentar

 

fentriyani's blog Design by Insight © 2009