Selasa, 29 November 2016

Cara merubah satuan inchi ke centimeter di Microsoft Word

0 komentar

cara aimyaya | Cara Semua Cara

Sederhana, Bermanfaat

Cara Merubah Satuan Inchi ke Centimeter (Cm) di Microsoft Word

Ketika kita menggunakan microsoft word, tidak jarang ruler yang kita tampilkan atau ukuran kertas yang kita gunakan memakai satuaninchi. Pada awalnya hal tersebut tidak terlalu berpengaruh karena kita tidak memerlukan ukuran yang presisi / tepat dalamcentimeter(cm) atau milimeter(mm). Tapi disaat kita butuh ukuran presisi atau teliti, hal tersebut mulai menjadi masalah. Oleh karena itu kita perlu untuk mengubah satuan yang dipakai dari inchi menjadi centimeter atau milimeter. Untuk melakukannya di Microsoft Word 2007 anda dapat menggunakan langkah berikut.
Klik office button yang ada di kiri atas jendela microsoft word

Pada bagian kanan bawah, pilih Word options.Selanjutnya anda akan ditampilkan dialog Word Options

Pada panel bagian kiri pilih AdvancedKemudian scroll panel bagian kanan untuk melihat ke bagian bawah. Temukan Opsi untuk bagian DisplayPada Kotak Show measurements in unit of ganti isinya dengan centimeters bila anda ingin satuan dalam centimeter, atau pilih milimeters bila anda ingin satuan dalam milimeter.Klik OK untuk menyimpan opsi yang baru.Ukuran satuan di Microsoft word anda kini telah berubah menjadi centimeter atau milimeter.

Tips Membuat Satuan Inchi ke Centimeter di Microsoft Word

Bila anda ingin meninggalkan satuan centimeter atau milimeter dan kembali menggunakan satuan inchi, anda tinggal mengganti nilai kotak Show measurements in unit of dengan inches (lihat poin 6).

Sumber:

http://www.cara.aimyaya.com/2012/02/cara-merubah-satuan-inchi-ke-centimeter.html?m=1

POWERPOINT TENTANG PENYELARASAN TASAWUF

0 komentar

KONSEP "SANKAN PARANENG DUMADI"

0 komentar

1.2.4Konsep “Sankan Paraneng Dumadi
Sangkan paraning dumadi (asal dan tujuan hidup). Atau lebih tepatnya jalan pulang. Dalam diri manusia mengandung dua unsur pokok yaitu jasmani dan ruhaniah. Masing-masing mempunyai jalan pulang sendiri-sendiri. Sangkan parane dumadi itu Berasal dari bahasa Jawa yang memiliki makna dalam bahasa Indonesia ialah “lepasnya ruh dari jasad”. Sedang arti Arabnya, “Sakaratul Maut”.
Ada sastra leluhur yang berbunyi: “wong urip iku bakale nemoni mati” (Orang hidup itu akan menemui kematian). Ternyata dasarnya adalah perkataan Tuhan: “Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kemudian hanyalah kepada Kami kamu dikembalikan” (Al ‘Ankabuut: 57). Boleh ditarik hikmah disini bahwa local wisdom orang-orang tua dahulu kiranya berbasis agama, bukannya mengada-ada atau lahir atas gothak-gathuk kata dan logika semata. “Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kami-lah kamu dikembalikan” (Al Anbiyaa’: 35).
Kata nemoni di atas, maksudnya adalah perjalanan menuju mati atau kematian. Tuhan berkata: “Dia mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan menghidupkan bumi sesudah matinya. Dan seperti itulah kamu akan dikeluarkan (dari kubur) – (Ar Ruum: 19).  Kelanjutan rujukan kata nemoni ialah “Kemudian, sesudah itu sesungguhnya kamu sekalian benar-benar akan mati (Al Mukminuun: 15).
Lazimnya sakaratul maut atau proses sebelum menjadi mayat kelak kita semua bakal menemui ada tiga fase, antara lain:
1.Fase Pertama disebut Turob (turobun) atau lempung (tanah).
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan kamu dari tanah (turob), kemudian tiba-tiba kamu (menjadi) manusia yang berkembang biak” (Ar Ruum: 20). “Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia (Adam) dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk” (Al Hijr: 26). Sifat-sifat lempung yang dingin lagi berbau tanah memiliki makna orang yang akan nemoni mati, niscaya badannya dingin sekali, meskipun dalam kenyataan sehari-hari ada pula yang panas seperti tembikar. Inilah rujukannya: “Dia menciptakan manusia dari tanah kering seperti tembikar” (Ar Rahmaan:14). Dengan demikian, ketika menemui suhu baik dingin maupun panas pada manusia tatkala mengalami sakaratul maut maka sejatinya itu merupakan salah satu tanda-tanda bahwa ia akan kembali (nemoni) kepada Zat Asal.
2.Fase Kedua adalah kembalinya sifat.
Dikandung maksud adalah sifatnya kembali lagi sama sebagaimana penciptaan pertama berupa empat rasa.Allah SWT berfirman,“Dan Dia-lah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, dan adalah singgasana-Nya (sebelum itu) di atas air, agar Dia menguji siapakah di antara kamu yang lebih baik amalnya, ……” (Huud: 7). Selanjutnya dijelaskan pada bab Qisosul Anbiyaa’: Maksud enam masa  “6 hari” yaitu, 2 hari untuk menciptakan bumi langit, lalu 4 hari untuk menciptakan rasa. rasa ada empat meliputi:

1. Syareat.
Syareat itu bahasa Arab, artinya “hukum”. Hukum itu duduknya di lidah. Maksudnya ialah berhentinya segala konsekuensi hukum bagi seseorang. Maka dalam sangkan parane dumadi akan ditandai lidahnya memendek (mengkeret), kecuali kasus kematian sebab gantung diri lidahnya cenderung menjulur dan tidak bergerak. Tidak bergerak diartikan suri atau mati suri.
2. Tarekat.
Seperti di atas, Tarekat itu juga bahasa Arab, arti Indonesianya adalah “jalan”. Maksudnya semua jalan telah tertutup bagi seseorang yang telah berjumpa dengan sakaratul maut yang ditandai dengan mengecilnya telinga. Si Mayat tidak bisa mendengar apapun, yang terdengar hanya bunyi telapak kaki!
“Maka Sesungguhnya kamu tidak akan sanggup menjadikan orang-orang yang mati itu dapat mendengar, dan menjadikan orang-orang yang tuli dapat mendengar seruan, apabila mereka itu berpaling membelakang (Ar Ruum: 52).
3. Hakekat.
Hakekat atau hakiki artinya “benar”. Hal ini dikandung maksud bahwa nafas dan detak jantungnya menghilang. Ditandai dengan hidungnya mengecil atau mengkeret (mingkup). Itu merupakan pertanda bahwa ia sudah dekat dengan kematian.
4. Makrifat.
Makrifat artinya “tahu” (mengetahui). Duduknya di mata. Maka dalam sakaratul maut ditandai dengan mata = tahu, mengetahui sesuatu bahwa sudah dekat dengan kematiannya. Entah membelalak, pupilnya mengecil dll.
3.Fase Ketiga adalah jisim latief.
jisim latiefberasal dari bahasa Arab, arti Indonesianya adalah jasad halus. Bahasa Jawanya sukma. Di dalam sukma ada ruh, ruhul kudus (ruh yang suci)/ruh yang pertama atau pemberian pertama dari Tuhan. Sukma berhubungan erat dengan jasad, juga sangat dekat dengan ruh. Ruh itu sangat dekat Allah. Rujukannya adalah:
“Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya; maka Dia tahanlah jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditetapkan. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda- tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berfikir” (Az Zumar: 42).
Sebagai contoh penggambaran bahwa sukma sangat dekat dengan jasad (anggota badan), ketika mimpi berkelahi maka jasad pun mengikuti. Contoh lain kedekatan sukma dengan ruh (jiwa) manakala mimpi bertemu dengan ruh-ruh pendahulu, lalu kita memaknai sebagai “petunjuk”, misalnya mimpi gigi rontok, tak lama kemudian ada yang meninggal dan lainnya. Sedangkan contoh ruhul kudus sangat dekat dengan Allah, inilah mimpi yg benar. Dan itupun berulang. Ingat kisah Nabi Ibrahim yang hendak menyembelih Ismail, ia mimpi berulang-ulang dan sama. Juga ketika Nabi Muhammad bermimpi mau menyerang Roma, itu ternyata benar adanya.
Intinya makna dari sangkan paraning dumadi adalah Dalam dzikir nafas asal nafas dari Allah dan kita kembalikan kepada Allah. Pelajaran sangkan paraning dumadi ini bisa kita resapi melalui dzikir nafas, dimana ketika masuk nafas kita (asal nafas, asal hidup) kita sadarkan dari Allah. dan keluar nafas kita sadarkan dari Allah. Bentuk kesadaran mlebu Allah metu Allah ini lah yang nantinya akan menyadarkan diri dan memahamkan diri tentang sangkan paraning dumadi.
“Inilah inti dari innalilillahi wa inailaihi rajiun” semua dari Allah dan akan kembali kepada Allah. 

Senin, 28 November 2016

Penyelarasan Tasawuf menurut Al ghazali dan Al sirhindi

0 komentar

1.2.3 Penyelarasan Terhadap Tasawuf
Penyelarasan Tahsawuf dengan Syariat Menurut Al-Ghozali dan Al-Sirhindi
a. Menurut Al-Ghazali
Menurut Al-Ghazali, ajaran tasawuf yang dikembangkan adalah ajaran tasawuf yang menekankan pada penyucian qalbu, yaitu dengan cara mematahkan hambatan-hambatan jiwa serta membersihkan diri dari moral yang tercela, sehingga kalbu lepas dari segala sesuatu selain Allah dan selalu mengingat Allah. Ia berpendapat bahwa sosok sufi menempuh jalan kepada Allah, perjalanan hidup mereka adalah yang terbaik, jalan mereka adalah yang paling benar, dan moral mereka adalah yang paling bersih. Sebab, gerak dan diam mereka, baik lahir maupun batin, diambil dari cahaya kenabian.
Dalam susunan kitab Ihya ‘Ulum al-Dien karya Al-Ghazali, tergambar pokok pikiran Al-Ghazali mengenai hubungan syariat dan tasawuf. Yakni sebelum mempelajari dan mengamalkan tasawuf orang harus memperdalam ilmu tentang syariah dan aqidah terlebih dahulu. Tidak hanya itu, dia harus konsekuwen menjalankan syariah dengan tekun dan sempurna. Karena dalam hal syariah seperti sholat, puasa, dan lain-lain, di dalam ihya’ diterangkan tingkatan, cara menjalankan shalat, puasa, dan sebagainya. Yakni sebagai umumnya para penganut tasawuf dalam ihya’ dibedakan tingkatan orang shalat antara orang awam, orang khawas, dan yang lebih khusus lagi. Demikian juga puasa, dan sebagainya. Ia memberikan contoh praktek syariah yang kosong akan nilai tasawuf maka praktek itu tidak akan diterima oleh Allah dan menjadi sia-sia. Sebaliknya praktek tasawuf yang meninggalkan aturan syariah Islam maka praktek itu akan mengarah pada bid’ah. Ibarat syariah adalah tubuh makan nilai-nilai tasawuf adalah jiwanya sehingga antara keduanya tidak dapat dipisahkan.
Di sisi lain, ajaran Al-Ghazali sebenarnya merupakan perpaduan antara syariah dan tasawuf. Keduanya dilebur menjadi paduan yang saling melengkapi dan saling mengisi. Nilai-nilai pokok yang ada pada tasawuf diwujudkan dalam bentuk amal Ibadah dalam tataran syariah. Harmonisasi inilah yang akan membentuk kepribadian Muslim yang kamil dihadapan Allah dan para manusia.
Jadi, menurut Al-Ghazali bahwa hubungan antara tasawuf dan syariah yaitu tasawuf tidak akan ada kalau tidak ada syariah dan syariah tidak akan tumbuh subur dan berbuah lebat kalau tidak ada tasawuf. Dan untuk mencapai tasawuf harus dilakukan penyucian batin terlebih dahulu dalam bentuk melakukan amal Ibadah yang sungguh-sungguh menurut syariah. Sehingga dapat menjadi manusia yang baik di sisi Allah dan manusia.
b. Menurut Al-Sirhindi
Umat manusia untuk menjauhi kepercayaan yang salah dan bid’ah, melaksanakan syariah serta mentaati sunnah Rasul. Ia juga tidak membedakan antara bid’ah yang baik (hasanah) dan bid’ah yang buruk (dhalalah). Baginya, setiap bid’ah adalah sesat.
Ada sebagian orang berpendapat bahwa syariah itu hanyalah titik tolak menuju ma’rifat dan ketika sudah mencapai tasawuf maka ia terlepas dari syariah, karena menurut mereka syariah itu hanya untuk orang awam. Pandangan seperti ini ditolak oleh Al-Sirhindi. Ia berpendapat bahwa antara syariah dan tasawuf itu menyatu, tidak bisa dipisahkan. Syariah adalah bentuk lahir dari tasawuf dan tasawuf adalah bentuk batin dari syariah. Mereka yang menyatakan bahwa syariah berlaku untuk orang awam dan tidak bagi orang khusus, maka mereka telah melakukan bid’ah tersembunyi dan kemurtadan
Jadi, menurut Al-Sirhindi ketika sudah mencapai tingkat tasawuf, maka tidak akan lepas dari syariah, karena antara tasawuf dan syariah saling berkaitan. 

Penyimpangan-Penyimpangan Tasawuf

0 komentar

1.2.1 Penyimpangan-Penyimpangan Tasawuf
1.2.1.1 Kritik terhadap aliran-aliran dalam tasawuf
Dalam ajaran tasawuf, ada 3 aliran yang dianggap ekstrem¹:
1. Aliran Al- Isyraqi
Aliran ini didominasi oleh ajaran filsafat bersama dengan sifat zuhud. Al-Isyraqi adalah penyinaran jiwa yang memancarkan cahaya dalam hati, sebagai hasil dari pembinaan jiwa dan penggemblengan roh disertai dengan penyiksaanbadan untuk membersihkan dan menyucikan roh. Ajaran ini ada dalam semua sekte – sekte yang adal  dalam tasawuf, namun tidak terlalu mendalam. Meskipun demikian, ajaran sekte ini tetap bertentangan dengan ajaran Silam karena ajaran ini dimabil dari ajaran – ajaran yang menyimpang, seperti Buddha dan Hindu.
2. Sekte Al Hulul
Sekte ini berkeyakinan bahwa Allah ‘azza wa jalla bisa bertempat ataumenitis dalam diri manusia. Keyakinan ini diserukan oleh beberapa tokoh ektrem tasawuf seperti, Hasanbin Manshur Al-Hallaj. Ia meyakini dualism hakikat ketuhanan dan beranggapan bahwa Al-llah (Allah azza wa jalla) memiliki dua tabiat yaitu Al Lahuut (unsur atau sifat ketuhanan) dan An- Nasuut (unsur atau sifat kemahklukkan), kemudian Al Lahuut menitis ke dalam An- Nusuut. Roh manusia menurut Al Hallaj adalah Al Lahuut ketuhanan yang sebenarnya dan badan manusia itu An Nasuut. Karena ajarannya yang sesat, para ulama memfatwakan kafirnya dan mengharuskannya dihukum mati. Akhirnya Al Hallaj dibunuh dan disalib pada tahunn 309 H.
3. Sekte Wihdatul Wujuud
Yaitu keyakinan bahwa semua yang ada pada hakikatnya adalah satu dan segala sesuatu yang kita lihat di alam semesta ini merupakan perwujudan atau penampakan Dzat Ilahi (‘Azza wa jalla). Tokoh yang meyakini dan mengajarkan sekte tersebut adalah Ibnu Arabi Al- Hatimi Ath-Thai yang binasa pada tahun 638 H dan dimakamkan di Damaskus.
Aliran- Aliran dan ajaran Tasawuf di atas, merupakan ajaran yang dianggap menyimpang bagi sebagian kamu muslimin karena bertentangan dengan paham Ahl-Sunnah Wal Jama’ah dan dapat membahayakan akidah kaum awam.

1.2.1.2 Contoh Penyimpangan Dan Kesesatan Ajaran Tasawuf
Beberapa contoh ucapan dan keyakinan sesat dan kufur tokoh-tokoh Ahli Tasawuf yang menyimpang dari ajaran Islam, yaitu:²
1. Ibnu Al Faridh
Adalah seorang tokoh besar sufi yang menganut paham Wihdatul Wujuud dan meyakini bahwa seorang hamba bisa menjadi tuhan. Bahkan ada yang lebih menyimpang lagi yaitu dia menggambarkan sifat-sifat Tuhannya, seperti sifat-sifat wanita sampai-sampai dia menganggap bahwa TUhannya telah menampakkan diri di hadapan Nabi Adam a.s dalam bentuk Siti Hawwa.
2. Ibnu Arabi Ibnu Arabi mengarang sebuah kitab yang berjudul Fushushul Hikam yang berisi segudang kesesatan dan kekufuran. Dalam kitab ini ia mengatakan bahwa Rasulullah telah memberikan kitab tersebut kepadanya dan memerintahkan kepadanya untuk menyebarkan ajaran yang ada pada kitab tersebut agara para manusia dapat menggambil manfaatnya dan meninggalkan apa yang tidak diajarkan di dalamnya.
3. At-Tilmisani
Perilaku yang menyimpang darinya yaitu ia menentang bahwa kitab rujukan mereka yaitu Kitab Fushushul Hikam bertentangan dengan Al-Qur’an. Sebaliknya, ia bahkan mengatakan bahwa seluruh isi Al Qur’an adalah kesyirikan, dan hanya ajaran dari merekalah yang benar dan harus diyakini.
4. Abu Yazid Al Bustami
Ia pernah berkata bahwa, “Aku heran terhadap orang yang telah mengenal Allah, mengapa dia tetap beribadah kepada-Nya)” (dinukil oleh Abu Nu’aim Al Ashbani dalam kitabnya Hilyatul Auliya’ 10/37)³.  Ia juga berkata, “Sungguh aku telah menghimpun amalan ibadah seluruh penghuni tujuh langit dan tujuh bumi, kemudian aku masukkan ke dalam bantal dan aku letakkan di bawahpipiku.”
Demikianlah contoh perilaku tokoh-tokoh yang dianggap telah menyimpang dari ajaran dan syari’at agama Islam.

Rabu, 16 November 2016

Laporan Praktikum Fisika Dasar Konduktivitas Termal Fakultas Sains dan Teknologi UIN Sunan Kalijaga

0 komentar

Senin, 14 November 2016

Metode Tafsir Al-Qur'an

0 komentar

C. Metode Tafsir Al-Qur’an

Metode adalah suatu tata cara yang dipergunakan untuk mengerjakan atau menyelesaikan sesuatu guna mencapai suatu hasil.
“Tafsir Al-Qur’an adalah ilmu pengetahuan untuk memahami dan menafsirkan yang bersangkutan dengan Al-Qur’an dan isinya berfungsi sebagai mubayyin (pemberi penjelas).” (Aldio Yudha Trisandy, 2016, dari https://id.m.wikipedia.org/wiki/Tafsir_Alquran), 15 September 2016).
Sehingga dapat diartikan bahwa metode Tafsir Al-Qur’an adalah suatu tata cara kerja yang digunakan dalam memahami dan menafsirkan yang bersangkutan dengan ayat-ayat Al-Qur’an dan isinya sebagai suatu penjelas. (Aldio Yudha Trisandy, 2016, dari https://id.m.wikipedia.org/wiki/Tafsir_Alquran), 15 September 2016).
Metode Tafsir Al-Qur’an secara umum dibagi menjadi 4 macam, yaitu Tafsir Tahliliy (Analisis), Tafsir Ijmali (Global), Tafsir Muqaran (Perbandingan) dan Tafsir Maudhu’in (Tematik). Keempat Tafsir tersebut akan dipaparkan di bawah ini.
1. Tafsir Tahliliy (Analisis)
“Tafsir Tahliliy (Analisis) adalah upaya menafsirkan Al-Qur’an dengan cara mengkaji ayat-ayat Al-Qur’an dari segala segi dan maknanya, ayat demi ayat, surat demi surat sesuai dengan urutan dalam Mushaf Usmani. Pengkajian metode ini ditempuh dengan mengurai kosa kata dan lafadz, menjelaskan arti yang dikehendaki, sasaran yang dituju dan kandungan ayat, menjelaskan apa yang di istinbatath-kan dari ayat serta mengemukakan antara ayat-ayat dan relevansinya dengan surat sebelum dan sesudahnya. Untuk itu mufasir merujuk kepada sebab-sebab turun ayat, hadits-hadits Rasulullah SAW dan riwayat dari para sahabat dan tabi’in.” (Rodiah, dkk, 2010: 5).
Sebagai contoh penafsiran metode tahliliy yang menggunakan bentuk Al-Tafsir bial-Ma’tsur (Penafsiran ayat dengan ayat lain), misalnya : kata-kata al-muttaqin (orang-orang bertakwa) dalam ayat 1 surat al-Baqarah dijabarkan ayat-ayat sesudahnya (ayat-ayat 3-5) yang artinya :
“Yaitu orang-orang yang beriman kepada yang ghaib, mendirikan salat, dan menafkahkan sebagian rizki yang Kami berikan kepada mereka, dan mereka yang beriman kepada Kitab (Al-Qur’an) yang telah diturunkan kepadamu dan kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akherat. Mereka itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhannya, dan mereka orang-orang yang beruntung.”
Penafsiran yang mengikuti metode tahliliy dapat mengambil bentuk ma’tsur (riwayat) atau ra’y (pemikiran). Diantara kitab tahliliy yang mengambil bentuk ma’tsur (riwayat) adalah :
a. Jami’ al-Bayan ‘anTa’wilal-Qur’anal-Karim, karangan Ibn Jariral-Thabari (w. 310 H) dan terkenal dengan Tafsir al-Thabari;
b. Ma’alimal-Tanzil, karangan al-Baghawi (w. 516 H);
c. Tafsir al-Qur’anal-Azhim, karangan Ibn Katsir; dan
d. Al- Durral-Mantsurfial-Tafsir bial-Ma’tsur, karangan al-Suyuthi (w. 911 H).
Adapun tafsir tahliliy yang mengambil bentuk ra’y banyak sekali, antara lain :
a. Tafsir al-Khazin, karangan al-Khazin (w. 741 H);
b. Anwar al-Tanzil wa Asrar al-Ta’wil, karangan al-Baydhawi (w. 691 H);
c. Al-Kasysyaf, karangan al-Zamakhsyari (w. 538 H);
d. Araisal-Bayan fiHaqaiqal-Qur’an, karangan al-Syirazi (w. 606 H);
e. Al-Tafsir al-Kabir waMafatihal-Ghaib, karangan al-Fakhral-Razi (w. 606 H);
f. Al-Jawahir fi Tafsir al-Qur’an, karangan Thanthawi Jauhari;
g. Tafsir al-Manar, karangan Muhammad Rasyid Ridha (w. 1935 M); dan lain-lain.





2. Tafsir Ijmali (Global)
“Tafsir Ijmali (Global) adalah metode penafsiran Al-Qur’an atau cara dengan secara singkat dan global, tanpa uraian panjang lebar. Mufasir menjelaskan arti dan makna ayat secara singkat yang dapat menjelaskan sebatas artinya tanpa menyinggung hal-hal selain yang dikehendaki.” (Rodiah, dkk, 2010: 6).
Dalam metode ini mufasir menafsirkan Al-Qur’an sesuai dengan urutan mushaf tanpa perbandingan dan penetapan judul. Metode ini menafsirkan dengan bahasa yang umum atau global sehingga jelas dan mudah dimengerti, namun tetap akrab dengan bahasa Al-Qur’an. namun dalam metode ini mufasir tidak memiliki ruang untuk mengemukakan pendapat serta ide-idennya.
Kitab tafsir yang tergolong dalam metode ijmali (global) antara lain : Kitab Tafsir Al-Qur’anal-Karimkarangan Muhammad Farid Wajdi, al-Tafsir al-Wasith terbitan Majma’ al-Buhutsal-Islamiyyat, dan Tafsir al-Jalalain, serta Taj al-Tafasir karangan Muhammad ‘Utsman al-Mirghani.
3. Tafsir Muqarin (Perbandingan)
“Tafsir Muqarin (Perbandingan) adalah upaya menafsirkan Al-Qur’an dengan cara mengambil sejumlah ayat Al-Qur’an, kemudian mengemukakan penafsiran para ulama tafsir terhadap ayat-ayat itu, dan mengungkapkan pendapat mereka serta membandingkan segi-segi dan kecendrungan masing-masing yang berbeda dalam menafsirkan Al-Qur’an.” (Rodiah, dkk, 2010: 6). “Pengertian metode muqarin dapat diartikan sebagai berikut :
a. Metode yang membandingkan ayat-ayat Al-Qur’an yang memiliki persamaan redaksi dalam satu atau dua kasus dan atau yang memiliki redaksi yang berbeda bagi satu kasus yang sama;
b. Membandingkan ayat Al-Qur’an dengan Hadits Nabi SAW yang lahirnya terlihat bertentangan;
c. Membandingkan berbagai pendapat ulama tafsir dalam menafsirkan Al-Qur’an.” (Bambino, 2013, dari https://bambies.wordpress.com/2013/04/23/macam-macam-metode-penafsiran-al-quran/, 15 September 2016).
Jadi dilihat dari pengertian tersebut dapat dikelompokkan 3 objek kajian tafsir, yaitu :
a. Membandingkan ayat Al-Qur’an dengan ayat Al-Qur’an yang lain;
Mufasir membandingkan ayat Al-Qur’an dengan ayat lain, yaitu ayat-ayat yang memiliki persamaan redaksi dalam dua atau lebih masalah atau kasus yang berbeda atau ayat-ayat yang memiliki redaksi berbeda dalam masalah atau kasus yang (diduga) sama.
b. Membandingkan ayat dengan Hadits;
Mufasir membandingkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan hadits Nabi SAW yang terkesan bertentangan. Dan mufasir berusaha untuk menemukan kompromi antara keduanya.
c. Membandingkan pendapat para mufasir.
Mufasir membandingkan penafsiran ulama tafsir, baik ulama salaf maupun ulama khalaf, dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an, baik yang bersifat manqul (al-tafsir al-ma’tsur) maupun yang bersifat ra’yu (al-tafsir bial-ra’yi).
4. Tafsir Mawdhu’iy (Tematik)
“Tafsir Mawdhu’iy (Tematik) ialah upaya menafsirkan Al-Qur’an dengan cara menghimpun seluruh ayat-ayat Al-Qur’an yang berbicara tentang satu masalah (tema) serta mengarah pada satu pengertian dan satu tujuan, sekalipun ayat-ayat itu cara turunnya berbeda, tersebar pada berbagai surat dalam al-qur’an dan berbeda pula waktu dan tempat turunnya.” (Rodiah, dkk, 2010: 6).
Dengan demikian, dapat digaris bawahi bahwa metode ini menonjolkan tema atau topik, yang mana tema ataupun topik itu berasal dari masyarakat ataupun dari Al-Qur’an itu sendiri. Dalam metode ini, mufasir menghimpun dan mengkaji secara mendalam serta menyeluruh ayat-ayat Al-Qur’an yang berkaitan dengan tema yang dibahas, dan juga mencari berbagai persamaan dan petunjuk didalam ayat-ayat tersebut. Kemudian hasil penafsiran tersebut dijelaskan secara rinci dengan menyertakan bukti berupa dalil-dalil ataupun argumen-argumen yang sifatnya rasional yang berasal dari Al-Qur’an maupun Hadits. (Bambino, 2013, dari https://bambies.wordpress.com/2013/04/23/macam-macam-metode-penafsiran-al-quran/, 15 September 2016).
“Sementara itu Prof. Dr. Abdul Hay Al-Farmawy seorang  guru besar pada Fakultas Ushuluddin Al-Azhar, dalam bukunya Al-Bidayah fi Al-Tafsir Al-Mawdhu’i mengemukakan secara rinci langkah-langkah yang hendak ditempuh untuk menerapkan metode mawdhu’i. Langkah-langkah tersebut adalah :
a. Menetapkan masalah yang akan dibahas (topik);
b. Menghimpun ayat-ayat yang berkaitan dengan masalah tersebut;
c. Menyusun runtutan ayat sesuai dengan masa turunnya, disertai pengetahuan tentang asbabal-nuzulnya;
d. Memahami korelasi ayat-ayat tersebut dalam surahnya masing-masing;
e. Menyusun pembahasan dalam kerangka yang sempurna (out-line);
f. Melengkapi pembahasan dengan hadits-hadits yang relevan dengan pokok bahasan;
g. Mempelajari ayat-ayat tersebut secara keseluruhan dengan jalan menghimpun ayat-ayatnya yang mempunyai pengertian yang sama, atau mengkompromikan antara yang ‘am (umum) dan yang khas (khusus), mutlak danmuqayyad (terikat), atau yang pada lahirnya bertentangan, sehingga kesemuanya bertemu dalam satu muara, tanpa perdebatan atau pemaksaan.” (Bambino, 2013, dari https://bambies.wordpress.com/2013/04/23/macam-macam-metode-penafsiran-al-quran/, 15 September 2016).

Bentuk Tafsir Al-Qur'an

0 komentar

B.Bentuk Tafsir Al-Qur’an

Penafsiran secara garis besar dibagi menjadi tiga : Tafsir bil Ma’tsur, Tafsir bir Ra’yi dan Tafsir Isyari. Berikut penjelasan masing masing bentuk tafsir.
1.Tafsir bil Ma'tsur
Tafsir bil Ma’tsur merupakan tafsir yang berdasarkan pada Al-Qur'an atau riwayat yang sahih yang sesuai dengan urutan dalam syarat-syarat mufassir. yaitu menafsirkan al-Qur'an dengan al-Qur'an, Al-Qur'an dengan sunnah, perkataan sahabat karena merekalah yang paling mengetahui kitabullah, atau dengan pendapat tokoh-tokoh besar tabi'in. Pada umumnya mereka menerimanya dari para sahabat[1].
Imam Al-hakim berkata; "sesungguhnya tafsir para sahabat yang telah menyaksikan wahyu dan turunnya adalah memiliki hukum marfu' artinya, bahwa tafsir para sahabat itu mempunyai kedudukan hukum yang sama dengan hadis nabawi yang diangkat kepada Nabi SAW. dengan demikian, tafsir sahabat itu termasuk ma'tsur[2]
Adapun tafsir para tabi'in ada perbedaan pendapat dikalangan ulama'. sebagain ulama' berpendapat, tafsir itu termasuk ma'tsur karena para tabi'in berjumpa dengan para sahabat. Ada pula yang berpendapat, tafsir itu sama saja dengan tafsir bir ra'yi (penafsiran dengan pendapat). Artinya, para tabi'in itu mempunyai kedudukan yang sama dengan mufassir yang hanya menfsirkan berdasarkan kaidah bahasa Arab[3]

Para sahabat dalam menafsirkan al-Qur'an pada masa ini berpegang pada:
a.Al-Qur'an al-Karim
Apa yang dikemukakan secara global di satu tempat di jelaskan secara terperinci di tempat yang lain. Terkadang pula sebuah ayat datang dalam bentuk mutlaq atau umum namun kemudian disusul oleh ayat yang lain yang membatasi atau mengkhususkannya. Inilah ynag dinamakan "tafsir al-Qur'an dengan al-Qur'an"
b.Nabi Muhammad SAW
Beliaulah pemberi penjelasan (penafsir) al-Qur'an otoritas. Ketika para sahabat mendapatkan kesulitan dalam memahami sesuatu ayat, mereka merujuk kepada Nabi Muhammad SAW untuk memberi penjelasan terhadap ayat tersebut.
c.Pemahaman dan ijtihad.
Para sahabat apabila tidak mendapatkan tafsir dalam al-Qur'an dan sunnah Rasulullah, mereka melakukan ijtihad. Ini mengingat mereka adalah orang-orang Arab asli yang sangat menguasai bahasa Arab, memahaminya dengan baik dan mengetahui aspek-aspek ke-balaghah-an yang ada di dalamnya[4]
Kalau di kalangan sahabat banyak yang dikenal pakar dalam bidang tafsir, di kalangan tabi'in yang notabenenya menjadi murid mereka pun, banyak pakar dibidang tafsir. dalam menafsirkan, para tabi'in berpegang pada sumber-sumber yang ada pada masa para pendahulunya di samping ijtihad dan pertimbangan nalar mereka sendiri.
Tafsir yang dinukil dari Rasulullah dan para sahabat tidak mencakup semua ayat al-Qur'an. mereka hanya menafsirkan bagain-bagian yang sulit dipahami bagi orang-orang yang semasa dengan mereka. Kemudian kesulitan ini semakin meningkat secara bertahap di saat manusia bertambah jauh dari masa nabi dan sahabat. Masa para tabi'in yang menekuni bidang tafsir merasa perlu untuk menyempurnakan sebagian kekurangan ini. karenanya  mereka pun menambahkan ke dalam tafsir keterangan-keterangan yang dapat menghilangkan kekurangan tersebut. Setelah itu muncullah generasi sesudah tabi'in. generasi ini pun berusaha menyempurnakan tafsir al-Qur'an secara terus menerus dengan berdasarkan pada pengetahuan mereka atas bahasa Arab dan cara bertutur kata, peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa turunnya al-Qur'an yang mereka pandang valid dan pada alat-alat pemahaman serta sarana pengkajian lainnya[5]
            Para ulama telah menyebutkan syarat-syarat yang harus dimiliki setiap mufassir yang dapat diringkas sebagai berikut:
1.Akidah yang benar
2.bersih dari hawa nafsu
3.menafsirkan lebih dahulu al-Qur'an dengan al-Qur'an
4.mencari penafsiran dari sunnah
5.Apabila tidak didapatkan penafsiran dalamn sunnah, hendaklah melihat bagaimana pendapat para sahabat
6.Apabila tidak ditemukan juga penafsiran dalam al-Qur'an, sunnah, dan pandangan para sahabat, maka sebagaina besar ulama, dalam hal ini, merujuk kepada pendapat para tabi'in, seperti mujahid bin Jabr, Sa'idn bin Jubair, dan lain-lain
7.Pengetahuan bahasa Arab yang baik
8.pengetahuan tentang prinsip-prinsip ilmu yang berkaitan dengan al-Qur'an, seprti ilmu qira'at
9.pemahaman yang cermat[6]
2.Tafsir bir Ra'yi
Secara bahasa al-ra'yu berarti al-I'tiqadu (keyakinan) ,al-'aqlu (akal) dan al-tadbiru ( perenungan). Ahli fiqih yang sering berijtihad, biasa disebut sebagai ashab al-ra'yu. Karena itu tafsir bi al-ra'yu disebut sebagai ashab al-ra'yu. karena itu tafsir bi al-ra'yi disebut tafsir bi al-'aqly dan bi al-ijtihady, tafsir atas dasar nalar dan ijtihad.
Menurut istilah, tafsir bi al-Ra'yi adalah  upaya untuk memahami nash al-Qur'an atas dasar ijtihad seorang ahli tafsir (mufassir ) yang memahami betul bahasa Arab dari segala sisinya, mengerti betul lafadz-lafadznya dan dalalahnya, mengerti syair syair Arab sebagai dasar pemaknaan, mengetahui betul ashab nuzul, mengerti nasikh dan mansukh di dalam al-Qur'an, dan menguasai juga ilmu-ilmu lain yang dibutuhkan seorang mufassir[7]
Jadi jelas, bahwa tafsir bir-ra'yi bukanlah sekedar berdasarkan pendapat atau ide semata, atau hanya sekedar gagasan yang terlintas dalam pikiran seseorang, apalagai hanya semaunya saja[8]
oleh karana itu jika menfsirkan al-Qur'an dengan ra'yu (rasio) dan ijtihad semata tanpa ada dasar yang sahih adalah haram, tidak boleh dilakukan, firman Allah:
وَ لاَتَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ
" dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang padanya kamu tidak mempunyai pengetahuan" (al-Israa:36)
Tentang penggunaan akal dan pemikiran filsafat secara sehat dan benar, maka hal itu dibenarkan dalam al-Qur'an, sebagaimana disebutkan dalam al-Qur'an, bahwa bila kita   Untuk menghindari penafsiran yang menyimpang, dan dalam rangka menjaga mufassir agar tidak melakukan kesalahan dan menafsirkan al-Qur'an, maka perlu rambu-rambu atau syarat-syarat bagi seseorang untuk menafsirkan al-Qur'an. berikut ini syarat-syarat bagi mufassir dalam menafsirkan al-Qur'an:
a.Mengetahui hadits Nabi baik dari sisi riwayah maupun dirayah
b.Mengetahui bahasa Arab
c.Menguasai ilmu nahwu
d.Menguasai ilmu sharaf
e.Mengetahui sumber pengambilan kata
f.Mengetahahui ilmu balaghah
g.Mengetahui ilmu qira'at
h.Mengetahui ilmu ushuluddin (Islamic Theology), seperti ilmu tauhid
i.Mengetahui ilmu ushul Fikih
j.Mengetahui sebab-sebab turun ayat
k.Mengetahui kisah-kisah di dalam al-Qur'an
l.Mengetahui nasikh dan mansukh
m.Harus mengamalkan apa yang dia ketahui.
1.Kelebihan Tafsir bir Ra'yi
a)Sesungguhnnya Allah SWT telah memerintahkan kepada kita agar hendaknya suka merenungkan Al-Qur'an.. Sebagaimana hal itu termaktub dalam firman-Nya:
          كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ إِلَيْكَ مُبَارَكٌ لِيَدَّبَّرُوْا  اَيَاتِهِ وَلِيَتَذَكَّرَ أُولُوا ْالاَلْبَابِ
Artinya: (inilah) kitab yang kami turunkan kepada engkau lagi diberkati, supaya mereka memperhatikan ayat-ayat dan supaya mendapat peringatan orang-orang yang berakal" (QS.Shad:29)
"merenung dan berpikir " tidaklah akan terwujud melainkan dengan menyelami rahasia-rahasia al-Qur'an dan berijtihad untuk memahami makna-maknanya.
b)Allah memerintahkan kepada orang-orang yang hendak menggali hukum agar kembali kepada ulama'. sebagaimana telah dijelaskan dalam firman-Nya:
وَلَوْ رَدُّوْهُإَلَى الرَّسُوْلِ وَإِلَى أُولِى اْلاَمْرِ مِنْهُمْ لَعَلِمَهُ الَّذِيْنَ يَسْتَنْبِظُوْنَهُ مِنْهُمْ
               Artinya: “kalau mereka serahkan hal itu kepada rasul atau pada orang yang mempunyai urusan di anatar mereka, noscaya orang-orang yang meneliti di antara mereka mengetahui akan hal ini” (QS.An-Nisa:83)
               Istinbath berarti menggali dan mengeluarkan makna-makna yang mendalam yang terdapat di lubuk hati. Istinbath itu hanya bisa dilakukan dengan ijtihad dan menyelami rahasia-rahasia Al-Qur'an
c)Kalau tafsir dengan ijtihad tidak diperbolehkan, tentunya ijtihad pun tidak diperbolehkan, dan tentu saja banyak hukum yang tidak tergali, sungguh ini tidak benar
d)Sesungguhnya para sahabat telah emmbaca al-Qur'an dan berbeda beda dalam menafsirkannya. Juga telah maklum bahwa tidakm semua yang mereka katakana tentang al-Qur'an tiu mmereka dengar dari nabi SAW, karena Nabi SAW tidak menerangkan segala sesuatu kepada mereka, melainkan beliau terangkan kepada mereka hanyalah bersifat dharuri (pokok). Beliau menginggalkan yang sebagain, yang sekira dapat dicapai oleh pengetahuan, akal, dan ijtihad [9]
2.Kekurangan Tafsir bir Ra'yi
a)Sesungguhnya tafsir bir-ra'yi adalah mengatakan sesuatu tentang kalamullah tanpa berdasarkan suatun ilmu, ini jeklas dilarang. Sebagaimna yang disinggung dalam firman Allah SWT
وَاَنْ تَقَولُوا عَلَى اللهِ مَالاَتَعْلَمُوْنَ
Artinya: ….. dan (supaya kamu) mengadakan perkataan Allah tentang sesuatu yang tidak kamu ketahui
b)Adanya ancaman sebagaimana tersebut dalam hadis bagi orang yang menafsirkan AL-Qur'an dengan pendapatnya, yaitu sabda nabi SAW, yang berbunyi:
اِتَّقُوا الحَدِيْثَ عَلَيَّ إِلاَّ مَا عَلِمتُمْ فَمَنْ كَذَّبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ وَمَنْ قَالَ فِي الْقُرْاَنِ بِرَأْيِهِ فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ
Artinya : takutlah engkau mengadakan perkataan terhadapku, kecualai apa yang engkau tahu. barangsiapa berdusta atas aku dengan sengaja, maka ambil saja tempat duduknya di neraka. Dan barangsiapa berkata tentang al-Qur'an dengan pendapatnya, maka ambillah saja tempat duduknya di neraka (HR at-Turmudzi)
c)Firman Allah SWT
وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ للنَّاسِ مَا نُزِّلَ إِلَيْهِمْ وَلَعَلَّهُوْ يَتَفَكَّرُوْنَ
Artinya : Dan Kami turunkan kepada engkau peringatan (al-Qur'an), supaya engkau terangkan kepada manusia apa yang diturunkan kepada mereka, mudah-mudahan mereka memikirkannya (QS.an-Nahl;44)
Pada ayat itu Allah menyandarkan keterangan kepada rasulullah SAW, karena itu dapatlah diketahui bahwa tidak ada bagi selain beliau yang mampu memberikan keterangan terhadap makna-makna al-Qur'an
d)Para sahabat dan tabi'in tidak mau berkata sesuatu tentang al-Qur'an dengan pendapat mereka. Telah diriwayatkan dari Ash-Shidiq, sesunggunya dia berkata:

3.Tafsir Isyari
Kata al-‘isyarah merupakan bentuk sinonim (muradif) dari kata ad-dalil yang berarti tanda, petunjuk, isyarat, sinyal, perintah, panggilan, nasehat, dan saran. Tafsir Isyari menurut istilah adalah mentakwilkan al-Qur’an dengan makna yang bukan makna lahiriyahnya karena adanya isyarat samar ya
Dalam diskursus ilmu tasawuf memang dikenal tingkatan syari’ah, tarikah, haqiqah. Syari’ah yang dimaksud adalah aturan-aturan

Pengertian Tafsir Al-Qur'an

0 komentar

A.Pengertian Tafsir Al-Qur’an

Secara etimologis, tafsir berakar dari kata fassara-yufassiru-tafsiran, berarti penjelasan (al-idhah wa at-tabyin), sebagai mana terdapat dalam firman Allah SWT yang berbunyi :
(٣٣) وَلا يَأْتُونَكَ بِمَثَلٍ إِلا جِئْنَاكَ بِالْحَقِّ وَأَحْسَنَ تَفْسِيرًا
Artinya:
“tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu (membawa) sesuatu yang ganjil, melainkan Kami datangkan kepadamu sesuatu yang benar dan yang paling baik penjelasannya.” (Q.S. Al-Furqan 25:33).
Dari segi terminologis bermacam definisi dibuat oleh para ulama, antara lain sebagai berikut :
1.      Abu Hayyan, menurutnya tafsir adalah ilmu yang membahas tentang cara pengucapan lafazh-lafazh Al-Qur’an dan tentang arti dan makna dari lafazh-lafazh tersebut, baik kata perkata maupun dalam kalimat yang utuh serta hal-hal yang melengkapinya.
2.      Az-Zarkasyi, menurutnya tafsir adalah ilmu untuk memahami Kitabullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, menjelaskan makna-maknanya serta mengeluarkan hukum dan hikmahnya.
3.      Az-Zarqani, menurutnya tafsir adalah ilmu yang membahas tentang Al-Qur’an Al-Karim dari segi makna yang terkandung di dalamnya sesuai dengan maksud yang diinginkan oleh Allah SWT sebatas kemampuan manusia.

Sekalipun telah diungkapkan dengan kalimat yang berbeda-beda tetapi ketiga definisi di atas sepakat menyatakan bahwa secara terminologis tafsir adalah keterangan dan penjelasan tentang arti dan maksud ayat-ayat Al-Qur’an sekalipun tidak diungkapkan secara eksplisit dalam definisi, tentu saja Abu Hayyan dan Az-Zarkasyi akan sepakat dengan Az-Zarqani bahwa keterangan dan penjelasan tentang maksud firman Allah SWT tersebut sebatas kemampuan manusia.
Dalam menafsirkan Al-Qur’an, di sampig dibatasi oleh kemampuan masing-masing sebagai manusia, para mufasir juga dipengaruhi oleh latar belakang pedidikan, sosial budaya yang berbeda-beda, sehingga bentuk, metode dan kaidah penafsiran mereka juga berbeda-beda.

[1] Terj Aunur Rafiq, pengantar Studi Ilmu Al-Qur'an, (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2006) hlm 434
[2]Syekh Muhammad Ali Ash-Shabuni Ikhtisar Ulumul Qur’an Praktis (Jakarta: pustaka Amani, 2001)hlm  106
[3] Syekh Muhammad Ali Ash-Shabuni 106

Kepemimpinan dalan profesi kependidikan

0 komentar

Kamis, 10 November 2016

PROFIL DAN GAMBARAN UMUM KOMUNITAS KARAWITAN DAN KESENIAN JAWA “KALIMASADA” UIN SUNAN KALIJAGA

0 komentar

GAMBARAN UMUM SANGGAR KESENIAN JAWA
“ KALIMASADA”
UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA


Kalimasada adalah komunitas yang bergerak dalam pelatihan dan pengkajian kesenian dan kebudayaan Jawa yang meliputi seni musik (karawitan), seni tari Jawa klasik, dan seni peran. Kalimasada didirikan pada tanggal 19 Agustus 2012 yang pada awalnya adalah beberapa mahasiswa yang mengikuti latihan gamelan karyawan dan karyawati UIN Sunan Kalijaga dan kemudian membuat komunitas sendiri. Nama Kalimasada di ambil dari filosofi yang dibuat oleh sunan Kalijaga dalam jagad pewayangan yang merupakan jimat yang sangat dijaga dan di lindungi. Kalimasada berasal dari bahasa arab yaitu kalimah dan sahadat yang sering kita kenal dengan kalimat sahadat. Dengan nama itu kalimasada selalu berpedoman dengan azas ke-islaman dalam berkesenian walaupun merupakan komunitas yang bergerak dalam kesenian Jawa kita tetap mempertimbangkan busana, gerakan maupun ucapan dalam pementasaan.
Pada awalnya Kalimasada hanya bergerak dalam kesenian karawitan. Namun saat ini berkembang dengan adanya divisi tari dan teater. Tujuanya adalah mewadahi mahasiswa dalam menyalurkan bakat dan minatnya di bidang tersebut. Kalimasada dilatih oleh tenaga-tenaga ahli yang merupakan lulusan dari sekolah kesenian sehingga proses pembelajaran tersusun secara sistematis dan akademis. Saat ini kalimasada memiliki kurang lebih 215 anggota dari tahun 2012 s.d 2016 yang mana mereka semua adalah mahasiswa UIN Sunan Kalijaga dari berbagai Fakultas dan Jurusan.









VISI MISI SANGGAR KESENIAN JAWA
“ KALIMASADA”
UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA

VISI
Menjadi wadah kreativitas bakat dan minat mahasiswa UIN Sunan Kalijaga untuk mengembangkan ketrampilan dalam kesenian dan kebudayaan Jawa

MISI
• Melestarikan kesenian dan kebudayan Jawa
• Menjadi sarana dakwah berbasis kearifan lokal yang sesuai dengan kaidah dalam Islam
• Mengembangkan dan membina ketrampilan berkesenian Jawa bagi mahasiswa UIN Sunan Kalijaga

TUJUAN
• Menanamkan kecintaan terhadap seni budaya Jawa kepada mahasiswa UIN Sunan Kalijaga
• Mengembangkan dan mewadahi mahasiswa UIN Sunan Kalijaga dalam pembinaan ketrampilan berkesenian Jawa
• Mengembangkan kesenian Jawa dengan berdasarkan azas-azas ke-Islaman


















SUSUNAN PENGURUS SANGGAR KESENIAN JAWA
“KALIMASADA”
                                                Periode 2016-2017
                          UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA



Ketua Umum : Andi Kurniawan

Ketua Harian : Andiyatma Firmansyah

Wakil Ketua Harian : Annida Amelia Wardoyo

Sekretaris : Sulystia Endah Ardhiana
   Nunung Paryati

Bendahara : Erni Yunita
   Annisa Aryani

Pelatih : Luqman Seno Aji, S.sn
  Ragil, S.sn
  Agus Prayogo
  Fitriana

Koordinator divisi Karawitan:
1. Apriani Rahayu
2. Ficky Taufiqur Rahman
Koordinator divisi Tari :
1. Indah Nurhikmah
2. Annisa Ayu Setya
Koordinator divisi Teater :
1. Ahmad Ali Mardzuki
2. Muqranul F

Anggota Kalimasada tahun 2012 terhitung : 41 orang
Anggota Kalimasada tahun 2013 terhitung : 25 0rang
Anggota Kalimasada tahun 2014 terhitung : 58 orang
Anggota Kalimasada tahun 2015 terhitung : 37 orang
Anggota Kalimasada tahun 2016 terhitung : 54 orang

AGENDA DAN KONTRIBUSI
SANGGAR KESENIAN JAWA
“KALIMASADA”
UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA


AGENDA HARIAN
a. Latihan karawitan dilaksanakan setiap hari senin dan kamis pukul 14.00 s.d. 16.00 di gedung  Serba Guna UIN Sunan Kalijaga serta hari rabu pukul 19.00-22.00 di kediaman bapak Bambang  Jl. Wonosari KM. 6
b. Latihan tari Jawa klasik dilaksanakan setiap hari selasa dan jumat pukul 16.00s.d.18.00 di gedung Student Centere UIN Sunan Kalijaga

AGENDA MINGGUAN
a. Perawatan  dan  pemeliharaan  gamelan dilaksanakan setiap hari senin pukul 13.00-14.00 kegiatan tersebut meliputi pembaruan instrumen yang sudah tidak layak, mensetel posisi dan laras gamelan, penjemuran instrumen yang menggunakan bahan kulit dan pembersihan wilah gamelan dari jamur dan kotoran.
b. Penambahan wawasan kebudayaan dengan mengkaji pertunjukan terkait kesenian Jawa melalui apresiasi pertunjukan dan karya
AGENDA BULANAN
a. Presentasi materi yang telah di pelajari dalam satu bulan dalam sebuah komposisi pertunjukan. Untuk saat ini untuk pertunjukan tersebut masih disajikan kepada anggota sendiri karena keterbatasan akses gamelan dan pendanaan.
b. Berpartisipasi dalam beberapa kegiatan kampus seperti seminar, wisuda, acara fakultas dan beberapa perlombaan.
c. Pemberian retribusi kepada pelatih selama ini pembiayaan retribusi pelatih ditanggung semua anggota dengan iuran harian dalam setiap pertemuan latihan harian.
AGENDA TAHUNAN
a. Penerimaan anggota baru yang kemudian anggota baru menerima workshop mengenai dasar-dasar karawitan tari maupun teater. Kemudian anggota baru diarahkan untuk menyajikan sebuah pementasan yang dapat di nikmati oleh umum
b. Pembentukan kepengurusan baru
c. Memproduksi sebuah karya seni yang dilakukan oleh semua anggota baik berupa wayang wong, ketoprak,fragment tari maupun konser karawitan.
d. Mengikuti beberapa even seperti Parade Gamelan yang diikuti oleh seluruh kelompok maupun UKM gamelan yang ada di Universitas di Yogyakarta dan Jawa Tengah, Festival Wayang Bocah di UNY, mengirimkan perwakilan dalam pengiringan sendratari Ramayana di Prambanan, Lomba Karawitan di Gembiraloka memperebutkan piala Sultan, serta rutin mengisi acara dalam kampus seperti Kalijaga Culture Festival, Pekan Budaya Adab , dan lain sebagainya.
KONTRIBUSI DAN PRESTASI
a. Pengiringan wisuda
b. Pengisi dalam syawalan UIN Sunan Kalijaga
c. Pengiring terbaik festival wayang bocah tahun 2016
d. Pengisi jambore nasional kopma 2014
e. Pengisi dalam Festival Bahasa Arab 2014
f. Pengisi pekan budaya Adab
g. Pengisi dalam KCF (Kalijaga Culture Festival)
h. Pengiringan dalam teater Jurusan Sastra Inggris di TBY 2016
i. Dan lain-lain
HARAPAN
• Kalimasada dapat dijadikan UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa) yang diakui secara resmi oleh kampus.
• Diberikan pembina yang mumpuni dalam proses kami berkembang.
• Kemudahan dalam akses dan penggunaan gamelan dikarenakan proses latihan karawitan bukanlah proses yang singkat dan cepat. Selama ini yang melakukan perawatan, pemeliharaan, serta pembaharuan gamelan milik kampus adalah kami.
• Kalimasada dapat dilibatkan secara penuh dalam acara resmi kampus seperti wisuda karena saat ini hampir 70% pengiring wisuda berasal dari luar kampus dan kami hanya mendapatkan 4 tempat dan karyawan 4 tempat padahal setiap wisuda membutuhkan sekitar 18 penabuh dan sinden dan sisanya dari luar UIN.
• Dapat dibantu dalam pengadaan busana jawa maupun pembiayaan retribusi pelatih.


Kamis, 03 November 2016

PEMBAHASAN MAKALAH KEPEMIMPINAN DALAM PROFESI KEPENDIDIKA

0 komentar


1.2URAIAN PEMBAHASAN
1.2.1PENGERTIAN KEPEMIMPINAN
Kepemimpinan adalah suatu  kegiatan  memengaruhi orang lain agar orang tersebut mau bekerja sama (mengolaborasi dan mengelaborasi potensinya) untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kepemimpinan juga sering dikenal sebagai kemampuan untuk memperoleh konsensus anggota organisasi untuk melakukan tugas manajemen agar tujuan organisasi tercapai.
Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan terdiri atas:
1.Mempengaruhi orang lain agar mau melakukan sesuatu,
2.Memperoleh konsensus atau suatu pekerjaan,
3.Untuk mencapai tujuan manajer, dan
4.Untuk memperoleh manfaat bersama.

1.2.2FUNGSI PEMIMPIN PENDIDIKAN
Fungsi utama pemimpin pendidikan, antara lain :
1.2.2.1Pemimpin membantu tercapainya suasana persaudaraan, kerjasama, dengan penuh rasa kebebasan.
1.2.2.2Pemimpin membantu kelompok untuk mengorganisir diri yaitu ikut serta dalam memberikan rangsangan dan bantuan kepada kelompok dalam menetapkan dan menjelaskan tujuan.
1.2.2.3Pemimpin membantu  kelompok dalam  menetapkan prosedur kerja, yaitu membantu kelompok dalam menganalisis situasi untuk kemudian menetapkan prosedur mana yang paling praktis dan efektif.
1.2.2.4Pemimpin bertanggung jawab dalam  mengambil keputusan bersama dengan kelompok. Pemimpin memberi kesempatan kepada kelompok untuk belajar dari pengalaman. Pemimpin mempunyai tanggung jawab untuk melatih kelompok menyadari proses dan isi pekerjaan yang dilakukan dan berani menilai hasilnya secara jujur dan objektif.
1.2.2.5Pemimpin bertanggung jawab dalam mengembangkan dan mempertahankan eksistensi organisasi.
1.2.2.6Sedangkan dari definisi berikutnya memberikan indikasi bahwa :
1.2.2.7 Seorang pemimpin berfungsi sebagai orang yang mampu menciptakan perubahan secara efektif di dalam penampilan kelompok.
1.2.2.8 Seorang pemimpin berfungsi menggerakan orang lain, sehingga secara sadar orang lain tersebut mau melakukan apa yang dikehendaki oleh pemimpin.
1.2.3GAYA KEPEMIMPINAN
Gaya kepemimpinan pada dasarnya mengandung pengertian sebagai suatu perwujudan tingkah laku dari seorang pemimpin, yang menyangkut kemampuannya dalam memimpin yang dapat memengaruhi bawahannya.
Gaya kepemimpinan seorang pemimpin pada dasarnya dapat diterangkan melalui tiga aliran teori berikut.
1.2.3.1Teori Genetis
Inti dari teori menyatakan bahwa leader are born and nor made (pemimpin itu dilahirkan (bakat) bukannya dibuat). Para penganut aliran teori ini mengetengahkan pendapatnya bahwa serang pemimpin akan menjadi pemimpin karena ia dilahirkan dengan bakat kepemimpinan. Dalam keadaan yang bagaimanapun seseorang ditempatkan karena ia telah ditakdirkan memjadi pemimpin. Berbicara mengenai takdir, secara filosofis pandangan ini tergolong pada pandangan fasilitas atau determinitis.
1.2.3.2Teori sosial
Jika teori pertama di atas adalah  teori yang ekstrem pada satu sisi, teori ini ekstrem pada sisi lainnya. Inti aliran teori sosial ini ialah bahwa leader are made and not born (pemimpin itu dibuat atau dididik bukannya kodrati). Jadi, teori ini merupakan kebalikan inti teori genetika. Para penganut teori ini mengetengahkan pendapat yang mengatakan bahwa setiap orang bia menjadi pemimpin apabila diberi pendidikan dan pengalaman yang cukup.

1.2.3.3Teori ekologis
Kedua teori yang ekstrem diatas tidak seluruhnya mengandung kebenaran. Oleh karena itu, sebagai reaksi terhadap kedua teori tersebut timbullah aliran teori ketiga. Teori yang disebut teori ekologis ini pada intiya berarti bahwa seseorang hanya akan berhasil menjadi pemimpin yang baik apabilaia telah memiliki bakat kepemimpinan. Bakat tersebut kemudian dikembangkan melalui pendidikan yang teratur dan pengalaman yang memungkinkan untuk dikembangkan lebih lanjut. Teori ini menggabungkan segi-segi positif dari kedua segi-segi terdahulu sehingga dapat dikatakan menjadi teori yang paling mendekati kebenaran. Namun demikian, penelitian yang jauh lebih mendalam masih diperlukan untuk dapat mengatakan  secara pasti apa saja faktor yang menyebabkan timbulnya sosok pemimpin yang baik.

1.2.4TIPE-TIPE KEPEMIMPINAN
Dalam setiap realitasnya, pemimpin dalam melaksanakan proses kepemimpinannya memiliki perbedaan antara yang satu dengan lainnya, sebagaimana menurut G.R. Terry yang dikutip oleh  Maman Ukas. G.R. Terry membagi tipe kepemimpinan menjadi 6.
1.2.4.1Tipe Kepemimpinan Pribadi (personal leadership)
Dalam sistem kepemimpinan ini, segala tindakan dilakukan dengan mengadakan kontak pribadi . petunjuk itu dilakukan secara lisan atau langsung dilakukan secara pribadi oleh pemimpin yang bersangkutan.
1.2.4.2Tipe Kepemimpinan Non Pribadi (non personal leadership)
segala ssuatu kebijaksanaan yang dilaksanakan melalui bawahan-bawahan atau media nonpribadi, baik rencana, perintah, juga pengawasan.
1.2.4.3Tipe kepemimpinan otoriter (autoritotian leadership)
Pemimpin otoriter biasanya bekerja keras, sungguh-sungguh, teliti, dan tertib. Ia bekerja menurut peraturan-peraturan yang berlaku secara ketat dan instruksi-instruksinya harus ditaati.
1.2.4.4Tipe kepemimpinan demokratis (democratic leadership)
Pemimpin yang demokratis menganggap dirinya sebagai bagian dari kelompoknya dan bersama-sama dengan kelompoknya dan bersama-sama dengan kelompoknya berusaha bertanggung jawab tentang terlaksananya tujuan bersama. Agar setiap anggota turut bertanggung jawab maka seluruh anggota turut serta dalam segala kegiatan, perencanaan, penyelenggaraan, pengawasan, dan penilaian. Setiap anggota dianggap sebagai potensi yang berharga dalam usaha pencapaian tujuan.
1.2.4.5Tipe kepemimpinan paternalistis (paternalistis leadership)
Kepemimpinan ini dicirikan oleh suatu pengaruh yang bersifat kebapakan dalam  hubungan pemimpin dan kelompok. Tujuannya adalah untuk melindungi dan untuk memberikan arahan seperti halnya seorang bapak kepada anaknya.
1.2.4.6Tipe kepemimpinan menurut bakat  (indogenious leadership)
biasanya timbul dari kelompok orang-orang informal tempat mungkin mereka berlatih dengan adanya sistem kompetisi sehingga bisa menimbulkan klik-klik dari kelompok yang bersangkutan dan biasanya akan muncul pemimpin yang mempunyai kelemahan di antara yang ada dalam kelompok tersebut menurut bidang keahliannya dimana ia ikut berkecimpung.
Selanjutnya menurut kurt lewin, sebagaimana yang dikutip oleh Maman Ukas, tipe-tipe kepemimpinan dibagi mennjadi tiga bagian.
1.2.4.6.1Otokritas: pemimpin tipe ini bekerja keras, sungguh-sungguh, teliti, dan tertib. Ia bekerja menurut peraturan yang berlaku dengan ketat dan instruksi-instruksinya harus ditaati.
1.2.4.6.2Demokratis: pemimpin yang demokratis menganggap dirinya sebagai bagian dari kelompoknya dan bersama-sama dengan kelompoknya berusaha bertanggung jawab tentang pelaksanaan tujuannya. Agar setiap anggota turut serta dalam setiap kegiatan, perencanaan, penyelenggaraan, pengawasan, dan penilaian. Setiap anggota dianggap sebagai potensi yang berharga dalam usaha pencapaian tujuan yang diinginkan.
1.2.4.6.3Laissezfaire: pemimpin yang bertipe ini , segera setelah tujuan diterangkan pada bawahannya untuk menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya. Ia hanya akan menerima laporan-laporan hasilnya dengan tidak terlampau turut campur tangan atau tidak terlalu mau ambil inisiatif. Semua pekerjaan itu tergantung pada inisiatif dan prakarsa dari para bawahannya sehingga dengan demikian dianggap cukup dapat memberikan kesempatan pada bawahannya bekerja bebas tanpa kekangan.

Berdasarkan pendapat diatas, pada kenyataannya tipe kepemimpinan yang otokratis, demokratis, dan laissezfaire banyak diterapkan di dalam berbagai macam  organisasi, salah satunya adalah dalam bidang pendidikan. Kepemimpinan dikatakan berjalan baik apabila secara fungsional pimimpin tersebut mampu berperan sesuai dengan tugas, wewenang, dan tanggung jawabnya. Dengan melihat hal tersebut, pemimpin di bidang pendidikan diharapkan memiliki tipe kepemimpinan yang sesuai dengan harapan atau tujuan, baik itu harapan dari bawahan atau dari atasan yang lebih tinggi posisinya. Dengan demikian, pada akhirnya gaya atau tipe kepemimpinan yang dipakai oleh para pemimpin, terutama dalam bidang pendidikan, benar-benar mencerminkan sebagai seorang pemimpin yang profesional.            

1.2.5Model Kepemimpinan
Model kepemimpinan didasarkan pada pendekatan yang mengacu kepada hakikat kepemimpinan yang berlandaskan pada perilaku dan keterampilan seseorang berbaur, kemudian membentuk gaya kepemimpinan yang berbeda beberapa model yang menganut pendekatan ini, diantaranya adalah sebagai berikut,
1.2.5.1Model Kepemimpinan Kontinum (Otokratis-Demokratis)Pemimpin memengaruhi pengikutnya melalui beberapa cara, yaitu dari cara yang menonjolkan sisi ekstrem yang disebut dengan perilaku otokratis sampai dengan cara yang menonjolkan sisi ekstrem lainnya yang disebut dengan perilaku demokratis. Perilaku otokratis pada umumnya dinilai bersifat negatif, ketika sumber kuasa atau wewenang berasal dari adanya pengaruh pimpinan. Jadi, otoritas berada di tangan pemimpin karena pemusatan kekuatan dan pengambilan keputusan ada pada dirinya serta memegang tanggung jawab penuh, sedangkan bawahannya dipengaruhi melalui ancaman dan hukuman. Selain bersifat negatif, gaya kepemimpinan ini mempunyai manfaat, antara lain pengambilan keputusan cepat, dapat memberikan kepuasan pada  pimpinan serta memberikan rasa aman dan keteraturan bagi bawahan. Selain itu, orientasi utama dari pelaku otokrasi ini adalah pada tugas dan selalu memberikan arahan kepada bawahannya.
Perilaku demokratis adalah perilaku  kepemimpinan ini memperoleh sumber kuasa atau wewenang yang berawal dari bawahan. Hal ini terjadi jika bawahan dimotivasi dengan tepat dan pimpinan dalam melaksanakan kepemimpinannya berusaha mengutamakan kerja sama dan team work untuk mencapai tujuan, ketika si pemimpin senang menerima saran, pendapat dan bahkan kritik dari bawahannnya. Kebijakan disini terbuka bagi diskusi dan keputusan kelompok.
Namun, kenyataannya, perilaku kepemimpinan ini tidak mengacu pada dua model perilaku kepemimpinan yang ekstrem di atas, tetapi memiliki kecenderungan yang terdapat di antara dua sisi ekstrem tersebut.

Wahab, H. Abdul.2011.Kepemimpinan Pendiikan dan Kecerdasan Spiritual.Yogyakarta: Ar Ruzz Media.

Denim, Sudarwan. 2010. Kepemimpinan Pendidikan: kepemimpinan jenius (IQ + EQ), Etika, Perilaku Motivasional, dan Mitos. Bandung: Alfa Beta

Dirawat. 1983. Pengantar Kepemimpinan Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional

 

fentriyani's blog Design by Insight © 2009